Selasa, 15 Desember 2009

Terus Mengawal Gerakan Perlawanan Terhadap Korupsi

KORUPSI saat ini sudah menjadi musuh utama yang paling merusak tatanan bernegara dan berbangsa. Korupsi bukan hanya berdampak pada kerugian yang bersifat materil tapi juga mental. Korupsi secara sistemik telah melemahkan hak rakyat untuk mendapatkan pelayanan dan kesejahteraan secara maksimal. Filosofi itulah yang pada akhirnya menjadi kesepakatan dunia internasional untuk melahirkan konsep Good dan Clean Governance dengan sembilan pilar yang harus dipenuhi.

“Kita semua sepakat, bahwa korupsi adalah musuh utama yang harus di lawan. Tidak hanya dilakukan oleh pemerintah saja, tapi juga seluruh elemen masyarakat,” ujar Hilaluddin Yusri, Ketua Komdak (Komite Daerah Anti Korupsi)

Mengeluti isu korupsi selama 10 tahun sejak berdirinya Komdak, Hilal faseh betul mendedahkan berbagai jenis korupsi. Menurut pria berpenampilan kalem tersebut, korupsi saat ini terus melakukan perubahan bentuk menjadi lebih samar dan bekerja lebih canggih. Jika tadinya kita hanya mengenal istilah markup atau melebihkan nilai barang untuk mendapatkan keuntungan pribadi yang menyebabkan kerugian negara. Maka saat ini ada modus mark down atau menghilangkan potensi yang seharusnya bisa menjadi pemasukan untuk Negara demi keuntungan pribadi. “Pemberantasan korupsi hari ini masih pada seputar makr up, tapi belum menyentuh pada tataran mark down. Ini menunjukana bahwa korupsi selalu memperbaharui dirinya,” ujarnya.

Korupsi mark down, kata dia, justeru merupakan modus yang sangat sulit dibuktikan namun sangat bisa dirasakan. Pemerintahan hari ini, masih terjebak pada pengertian yang salah tentang apa yang disebut dengan anggaran berbasis kinerja. Potensi pendapatan dan penyerapan anggaran hanya diukur dari hasil yang didapat sesuai dengan target. Misalkan saja, kata dia, target PAD (Pendapatan Asli Daerah) yang sudah dipatok setiap tahun pada masing-masing dinas. Persoalannya kemudian, tidak ada alat ukur yang pasti untuk mengetahui potensi pendapatan.

“Misalnya, dinas A ditarget untuk memperoleh PAD sebanyak Rp. 10 milyard pertahun, maka akan dianggap berhasil jika memenuhi target. Tapi apakah benar potensinya hanya sebesar itu. Memang biasanya ada peningkatan setiap tahunnya, namun hanya berdasarkan asumsi pertumbuhan ekonomi,” jelasnya yakin bahwa saat ini banyak sekali potensi PAD yang mengalami kebocoran.

Seharusnya, kata dia, pemerintah daerah melakukan audit secara menyeluruh terhadap potensi-potensi yang memungkinkan memberi nilai tambah bagi pemasukan kas daerah. Kunci utama untuk menekan angka kebocoran tersebut adalah transparansi di semua sektor. Tolak ukur yang paling sederhana adalah dalam pembayaran pajak. Bekasi, kata Hilal, seharusnya malu kepada daerah-daerah yang sudah terlebih dahulu menerapkan keterbukaan keuangan daerah, seperti Gorontalo, Kota Padang, Kabupaten Sragen, Kabupaten Bantul dan Kota Cimahi. Daerah tersebut sudah terlebih dulu mematrialkan gagasan pemerintahan yang baik dan bersih.

“Di daerah tersebut setiap blangko pajak sudah dicantumkan harganya, jadi tidak ada istilah transaksi bawah meja,” tegasnya.

Transpransi, kata dia, menjadi hal yang tidak bisa ditolak. Seharusnya, kata Hilal, masyarakat berhak tahu tentang seluruh dokumen APBD (Anggaran Pendapatan Belanja Daerah) yang saat ini sedang dibahas. Sebab, praktek korupsi dengan bagi-bagi jatah terjadi dalam fase pembahasan APBD. Termasuk adalah pemangkasan target PAD dengan mengunakan modus mark down.

“Ada semacam kesepakatan tidak tertulis antara eksekutif, legislatif dan para pemodal tentang bagi-bagi jatah. Kita mengenalnya dengan istilah ploting proyek” katanya.

Menurutnya, perlawanan terhadap korupsi sangat dipengaruhi oleh kemauan kepala daerah untuk memberi contoh dan menekan jajaran birokrasinya. Dan tentunya adalah keseriusan aparat penegak hukum untuk bekerja lebih maksimal sebagai pangawas dan penjaga supermasi hukum tanpa pandang bulu. “Aparat penegak hukum harus netral dan tidak memihak. Tidak boleh menjadi bagian dari kepentingan mengamankan kekuasaan,” kata dia yang mengeluhkan kinerja aparat hukum di Bekasi.

Hilal, memang tidak pernah lelah menyerukan perlawanan terhadap korupsi. Beberapa kasus besar pernah dia angkat dan ungkap ke permukaan. Hal ini tentu bukan pekerjaan gampang dan tanpa resiko. Teror, intimidasi bahkan tawaran materi menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam perjuangannya. Namun, sampai hari ini ia masih konsisten, tidak mundur apalagi tergoda dengan manisnya kekuasaan. “Saya merasa punya tanggung jawab moral terhadap Bekasi. Saya harus menjaganya meskipun dengan segala keterbatasan yang saya miliki” paparnya.

Di usianya yang menginjak 10 tahun, Komdak akan melakukan refleksi tentang perjalanan, sistematika gerakan dan kendala lapangan. Semuanya akan dirangkum dalam sebuah pelatihan kepada para generasi muda di Bekasi. Sebab, setiap aktor perlawanan korupsi harus memiliki pisau analisis yang tajam untuk dapat membedah peta persoalan. Juga yang terpenting adalah idealisme yang tidak goyah oleh bujuk rayu kebendaaan.

“Kadang saya merasa miris melihat kondisi sekarang. Banyak orang latah bicara korupsi namun tidak faham persoalan dan tidak disertai data akurat. Gerakannya juga mudah dipatahkan dengan iming-iming materi. Idealisme ditukar dengan harga murah” pungkasnya.

(didedikasikan oleh RADAR BEKASI dalam rangka hari anti korupsi international dan ulang tahun R. Hilaluddin Yusri)

0 komentar:

Posting Komentar

 

Recent post

EKONOMI (3) GAYA HIDUP (7) HUKUM (12) POLITIK (1) REALITAS (8) SOSIAL (5) WAJAH (5)
Powered by  MyPagerank.Net

monitor

Yahoo bot last visit powered by MyPagerank.Net
SEO Stats powered by MyPagerank.Net