Minggu, 09 Mei 2010

Membedakan berkat ala kesultanan dengan bagi-bagi duit ala pemerintah sekarang




Sekilas bila kita melihat program ini, secara  fisik nyaris sama, sama-sama bagi-bagi, namun kedua kegiatan ini memiliki implikasi dan makna serta pengaruh tersendiri dan berbeda bagi kehidupan masyarakatnya, hal ini tentu saja karena akibat dari tujuan dan suggesti yang berbeda, mari kita bahas satu persatu perbedaan dua kegiatan ini dan implikasinya dalam    kehidupan masyarakat kita sehari-hari secara umum.
Dalam adat kesultanan dan kerajaan dinusantara, sultan dan raja dalam kesultanan atau kerajaan memiliki budaya bagi-bagi berkat, baik itu dal am bentuk hasil alam, makanan atau apapun yang dilaksanakan dalam setiap hari-hari besar yang dihormati oleh adat dan budaya serta agama masyarakat setempat, secara umum keekonomian masyarakat disekitar daerah-daerah yang sampai hari ini masih berdiri cagar budaya dan adat istiadat kerajaan yang masih berlaku dan masih existing. pada setiap kegiatan tersebut dilaksanakan ratusan bahkan ribuan masyarakat yang masih meyakini kegiatan tersebut hadir dan berkumpul, tua, muda, laki, poerempuan, kaya maupun miskin, kemudian secara bersamaan mereka rebutan apa yang disajikan oleh raja atau sultan mereka, bila kita melihat dalam kontek keekonomian masyarakat, sesungguhnya banyak sekali diantara mereka yang berpenghasilan rendah, kita ambil congtoh saja masyarakat daerah jogja dan solo, yang saat ini masih berlaku budaya tersebut, masyarakat solo dan jogja masih banyak sekali yang berusaha secara konvensional dan tradisional, nilai jual barang dan daya beli masyarakat didaerah tersebut masih sangat murah bila dibandingkan dengan daerah daerah perkotaan lain, sebut saja harga nasi satu piring dengan lauk-pauknya, atau harga transportasi dan banyak item ekonomi lainnya yang ada, namun hal yang sangat perlu untuk kita perhatikan adalah; bahwa kondisi tidak membuat masyarakat didaerah tersebut menjadi masyrakat yang mengaku miskin dan tidak membuat mereka kemudian meningkatkan angka putus sekolah, contoh lain yang perlu juga kita liat adalah mereka-mereka yang mengabdi menjadi punggawa dikesultanan tersebut, dengan standar gaji yang sangat minim namun begitu banyak masyarakat didaerah tersebut yang rebutan untuk melamar dan mengabdikan diri menjadi punggawa-pungggawa kerajaan atau kesultanan, bukan hanya itu, rendahnya gaji atau penghasilan mereka tidak menjadikan mereka miskin, rata-rata mereka mampu menyekolahkan anak-anak mereka sampai ketingkatan perguruan tinggi.                                             

Hal ini sebenarnya hampir tidak berbeda dengan apa yang dilakukan pemerintah kita sekarang ini, melalui program BLT, PNPM Mandiri dan banyak lagi program bagi duit cuma-cuma yang dilakukan oleh pemerintah kita sekarang ini, dengan tujuan yang katanya mau meningkatkan kesejahteraan rakyat, dari kondisi ini mari sama-sama kita liat apa yang dihasilkan dari bergulirnya program-program tersebut, angka putus sekolah, penganguran, premanisme, kriminilatias dan angka penduduk miskin semakin hari justru  semakin meningkat, kondisi ini tentu saja berbanding terbalik dengan apa yang terjadi di zona budaya kesultanan, yang lebih menyedihkan lagi adalah, banyak diantara orang-orang yang sebenarnya mampu dan bahkan mungkin kehidupannya tergolong menengah keatas mengaku ngaku menjadi miskin, ikut rebutan kupon BLT, ikutg rebutan RASKIN dan lain sebagainya, hal ini tentu saja hal yang sangat menyedihkan bagi kondisi sebuah bangsa yang kaya akan hasil bumi, kaya potensi dll, implikasi yang terjadi dari program-program ini justru sangat membuat kita menjadi miris melihat kondisi bangsa ini, banyak diantara mereka menjadi males dan tidak mau bekerja keras karena berharap mendapat pemberian pemerintah, tidak sedikit masyarakat kita yang terrgolong mampu tapi memiliki jamkesmas dan SKTM (surat keterangan tidak mampu) agar mereka bisa sekolah murah, bisa berobat dirumah sakit dengan murah, padahal tidak sedikit dari mereka juga yang memiliki kendaraan seperti motor dan mobil, yang sebenarnya sudah tergolong mampu. 

Sungguh ironis dan menyedihkan apa yang terjadi dengan bangsa ini, pemerintah berharap apa yang mereka lakukan adalah  solusi bagi meringankan beban masyarakat, namun kenyataan justru berkata lain.
NIAT DAN DASAR PEMBERIAN 
Sekarang mari bandingkan yang sebenarnya terjadi, sebuah niat adalah menjadi faktor utama bagi setiap hasil dari semua program dan kegiatan. apa yang dilakukan oleh para sultan raja adalah tulus untuk memberikan berkat bagi rakyatnya, sehingga ini diterima oleh masyarakat secara mythos maupun budaya, sehingga apa yang mereka terima menjadi suggesti yang bagus bagi perekonomian mereka, pendapatan yang rendah tapi merasa cukup
Hal ini tentu saja berbeda dengan yang dilakukan pemerintah kita, mereka lakukan dalam rangak politik dan upaya ,melanggengkan kekuasaan, serta tebar-tebar pesona agar bisa dinilai sebagai pemimpin yang baik, berangkat dari hal ini tentu saja akan diterima olaeh masyarakat dalam pengertian dan suggesti yang berbeda dengan masyarakat di bawah kerajaan atau kesultanan, suggesti yang diterima masyarakat dari pemberian pemerintah kita hari ini adalah bahwa pemerintah lagi bagi-bagi duit rakyat, toh ini adalah uanng kita juga, kita hanya menerima segini, tapi berapa yang mereka korup, kondisi inilah yang membuat masyarakat semakin tidak menemukan jati dirinya sebagai masyarakat dari bangsa yang besar, bangsa yang pernah melahirkan para pejuang tanpa pamrih dalam membela negara, bangsa yang pernah begitu rukun dan damai.

0 komentar:

Posting Komentar

 

Recent post

EKONOMI (3) GAYA HIDUP (7) HUKUM (12) POLITIK (1) REALITAS (8) SOSIAL (5) WAJAH (5)
Powered by  MyPagerank.Net

monitor

Yahoo bot last visit powered by MyPagerank.Net
SEO Stats powered by MyPagerank.Net