Senin, 03 Mei 2010

Lagi....., bukti kepongahan kapitalis

KAWASAN Industri Jababeka terus memperluas wilayahnya di Cikarang, Kabupaten Bekasi. Setelah sukses dengan Jababeka I dan II, kini dipersiapkan Jababeka III. Namun di tengah proses pembangunannya, Jababeka dituding telah melakukan kejahatan lingkungan karena mengabaikan amanat Amdal (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) 2008.
Ketua Biro Kajian dan Penelitian El-Kail (Lembaga Kajian dan Advokasi Lingkungan) Bekasi, Ridwan Arifin mengatakan, Jababeka telah mengabaikan amanat Amdal 2008. El-Kail, kata Ridwan, adalah termasuk lembaga yang ikut serta dalam tim penilai Amdal BPLH Provinsi Jawa Barat sehingga mengetahui betul proses dan terus mengawasi pelaksanaannya.

“Kita termasuk salah satu tim penilai dari unsur lembaga masyarakat. Dari dokumen amdal yang sudah dibuat, ada beberapa poin yang sampai hari ini belum dipenuhi Jababeka,” kata Ridwan, Sabtu (1/5).

Menurut Ridwan, kawasan Jababeka III dibangun di atas lahan 240 hektare yang berdiri di atas tanah tiga desa, yaitu Desa Tanjung Sari, Desa Simpangan, dan Desa Pasir Gombong, semuanya berada di Kecamatan Cikarang Utara. Berdasarkan site plan yang diajukan, akan ada 1.300 perusahaan yang nantinya menempati kawasan Jababeka III. Sebagai fasilitas pendukungnya, dibangun PLTU (Pembangkit Listrik Tenaga Uap) yang dikerjakan oleh PT Bekasi Power.

Rencananya PLTU ini menjadi pemasok energi listrik ke seluruh kawasan Jababeka dan kawasan industri lain yang berada di Kabupaten Bekasi. Selain itu, juga akan dibangun Cikarang Dry Port (pelabuhan kering untuk peti kemas) dan jalur kereta api yang akan menjadi akses transportasi pengiriman barang menghubungkan kawasan Jababeka ke Pelabuhan Tanjung Priok. Saat ini sedang menunggu realisasi proiek double-double track.

Pembangunan PLTU seluas 50 hektare di kawasan yang memakai sebutan Techpark itu, menurut Ridwan telah menyebabkan radiasi yang menganggu perabotan elektronik milik warga sekitar, seperti televisi, radio, dan handphone. “Belum operasional saja sudah menyebabkan peralatan elektronik warga menjadi terganggu akibat radiasi dari PLTU. Bagaimana jika nanti sudah dioperasikan?” kata Ridwan dengan nada tanya.

Erka Encung, Ketua RW 04 Desa Tanjung Sari membenarkan keluhan itu. Sejak adanya proses pembangunan tahun 2008 lalu, masyarakat kerap mengeluhkan adanya pencemaran dan terganggunya alat-alat elektronik. “Warga khawatir jika radiasi PLTU tersebut bisa berdampak pada kesehatan mereka,” kata dia.

Belum bebas

Selain gangguan terhadap barang elektronik, Ridwan mengungkapkan bahwa Jababeka belum juga membebaskan sekitar tiga ratus KK yang rumahnya berdekatan dengan tembok pembatas kawasan serta belum ada penanaman pohon pelindung.

Akibatnya, debu projek beterbangan ke arah permukiman penduduk yang membuat warga banyak terkena penyakit ISPA (infeksi saluran pernapasan atas) dan kebisingan akibat kegiatan projek yang dikerjakan pada malam hari. Masalah lain yang mengkhawatirkan warga adalah ancaman kekeringan dan banjir.

“Selama dua tahun Jababeka tidak melakukan apa-apa untuk masyarakat. Padahal, dalam amanat amdal seharusnya Jababeka membebaskan tiga ratus KK yang berbatasan langsung dengan pagar kawasan. Jelas ini sangat merugikan warga,” kata Ridwan.

Disebutkan juga, Jababeka III tidak memberikan pintu akses masuk ke Kampung Poncol, Desa Tanjung Sari. Akibatnya, akses ke kampung yang terdiri atas 4 RW dan berpenghuni sekitar 1.200 KK tesebut hanya ada dua jalan. Pertama melintasi rel kereta api dan jalan kawasan yang jika malam hari kerap ditutup. Padahal, seharusnya kata Ridwan, Jababeka menyediakan akses jalan yang memadai bagi daerah sekitar kawasan.

“Yang ada hanya jalan setapak. Kasihan warga harus terisolasi di kampungnya sendiri,” ujar Ridwan lagi.

Menanggapi hal itu, Direktur LPPM (Lembaga Penelitan dan Pengabdian Masyarakat) Jababeka, Sadeni Hendraman mengatakan, pihaknya sebagai kawasan berstandar internasional tentunya sangat menghormati aturan main yang berlaku. Menurut dia, tudingan adanya radiasi yang disebabkan oleh PLTU tidak benar karena semua teknologi yang digunakan ramah lingkungan.

Dia juga menjelaskan bahwa akses jalan yang ada memang ditutup pada malam hari karena dikhawatirkan akan menganggu kegiatan proyek. Sedangkan untuk pembebasan lahan, tinggal menunggu kesepakatan harga dengan masyarakat. Pohon pelindung, kata dia, harus menunggu proses. Sebab tidak mungkin langsung tumbuh besar.

“Jababeka telah membawa perubahan besar bagi masyarakat Cikarang. Selama ini, kami selalu peduli. Tidak mungkin jika kami berani melanggar aturan yang ada. Semua bisa diselesaikan dengan musyawarah.” Jababeka yang merasa kecewa dengan adanya tudigan Jababeka melakukan kejahatan lingkungan. (JU-16)

0 komentar:

Posting Komentar

 

Recent post

EKONOMI (3) GAYA HIDUP (7) HUKUM (12) POLITIK (1) REALITAS (8) SOSIAL (5) WAJAH (5)
Powered by  MyPagerank.Net

monitor

Yahoo bot last visit powered by MyPagerank.Net
SEO Stats powered by MyPagerank.Net