Sabtu, 05 Juni 2010

Kabupaten Bekasi dalam perspektif Mythologi dan Filosofi masyarakat jawa

Masyarakat jawa adalah masyarakat yang sangat kental dengan budaya mytos dan filosofis, sejak jaman kerajaan-kerajaan hindu budha sampai masuknya Islam ditanah jawa, bahkan sampai sekarang budaya itu masih menjadi bagian dari kehidupan masyarakat di tanah jawa, meskipun sekarang ini sudah banyak masyarakat di jawa yang sudah meninggalkan budaya ini karena mungkin lebih menganggap bahwa mytos dan dan filosofis itu ketinggalan jaman dan terbelakang dan lebih menganggap bahwa logika lebih bisa diandalkan.

Mythologi dan filosofi tidak hanya dijadikan landasan untuk membangun sebuah tatanan hidup oleh masyarakat jawa saja, akan tetapi oleh seluruh masyarakat atau komunitas-komunitas masyarakat indonesia lainnya bahkan hampir diseluruh belahan dunia, mereka meyakini bahwa kehidupan mesti diatur oleh falsafah-falsafah yang bisa dijadikan pegangan pegangan agar kelestarian alam, budaya, seni dan kerukunan tetap terjaga, karena apabila semua orang hidup tanpa falsafah dikhawatirkan akan mengalami perubahan yang tidak terkendali bahkan cenderung menjadi kacau, banyak bangsa kehilangan ati dirinya, banyak bangsa melupakan sejarahnya, dan banyak orang hidup sesuka hatinya.

Keberadaan mythos dan falsafah kerap dijadikan pedoman dalam membangun sebuah tatanan dan komunitas, apakah itu lingkungan, perkampungan sampai sebuah pemerintahan, karena mythologi dan filosofi diharapkan dapat menjadi benteng moral dan sosial dalam sebuah tatanan.

Kabupaten Bekasi adalah sebuah daerah yang juga dulunya dibangun dengan mythologi dan filosofi baik oleh raja-raja pada pemerintahan Taruma negara, atau oleh raja-raja islam seperti sultan agung mataram sampai kepada hadirnya pejuang dan pajlawan nasional dari Bekasi yang juga seorang tokoh Ulama, politisi, ahli strategi perang dan militer yaitu KH. Nur Ali, perkembangan dan kehidupan masyarakat Bekasi semasa hidup beliau cenderung damai dan tertata, kehidupan masyarakat dengan pemerintahnya terlihat harmonis, hubungan kemasyarakatan yang tertuang dalam bingkai culture(budaya) pun terlihat nyaman.

Seiring dengan perkembangan zaman kabuapten Bekasi mulai mengambil era baru; baik dalam pembangunan infra struktur, budaya dan lain-lain, pergeseran budaya (paradigm shift) semakin terlihat, masuknya budaya-budaya yang dibawa oleh para kapitalis yang disebut investor dengan mythos-mythos dan falsafah-falsafah mereka telah banyak merubah tatanan hidup, masyarakat, pola hubungan, dan gaya pemerintahan atau kepemimpinan serta orientasi pembangunannnya.

Kabupaten Bekasi sebagai daerah yang sangat kaya akan potensi; budaya, ekonomi, seni dan keberagaman hidup lainnya saat kondisinya sangat jauh tertinggal dari daerah-daerah lain, apalagi bila dibandingkan dengan saudara mudanya yaitu Kota Bekasi, Kabupaten Bekasi dengan potensi kekayaan Industri dan sumber daya alam malah menjadi daerah yang memiliki penduduk miskin begitu banyak dan potensi kerawanan sosial yang begitu besar.

Korelasi dengan Mythos dan Filosofi

Dalam kepercayaan masyarakat jawa, bahwa pusat pemerintahan haruslah berdekatan dengan air, karena air adalah sebagai falsafah kehidupan, apakah itu laut, situ, kali ataupun aliran sungai sehingga diyakini apabila pusat pemerintahan erdekatan dengan  sumber air akan dapat menjadi sugesti bagi pemerintahnya maupun masyarakatnya untuk hidup lebih; damai, sejahtera dan tercukupi, dan itulah salah satu alasan kenapa taruma negara memilih pemerintahan berada dekat dengan laut utara dan membangun kali bekasi sepanjang 47 km.

Kantor pusat pemerintahan Kabupaten Bekasi pilihan investor yang saat ini ditempati adalah berada pada daerah yang menurut konsultan dari IPB (institut pertanian bogor) adalah daerah yang kadar aernya nol persen (0%) karena derah yang dibawahnya hanya mengandung cadas dan batu karang.
Hal yang kemudian terjadi adalah menjadi sebuah suggesti bagi para pemimpin diBekasi menjadi tidak produktif, masyarakatnya cenderung pemalas dan premanisme tumbuh bak cendawan dimusim hujan, bahkan para pemimpinnya justru malah membangun sebuah komunitas "preman" itu menjadi bagian dari steak holder yang membantu jalannya pemerintahan.

Tersugesti oleh sebuah falsafah yang menurut sebagian orang adalah kuno dan tidak logis, kabupaten Bekasi malah terjebak dalam kekerinagn dan kepanasan secara batin dan pola hubungan, gesekan-gesekan politik menjadi pemandangan sehari-hari, korupsi meraja lela, dan kemiskinan terus meningkat, kehausan secara mythos membuat masyarakat menjadi tidak mensyukuri apa yang mereka miliki, banyak pengusaha rebutan kupon BLT, raskin dll, kekayaan potensi industri dan sumber daya alam tidak menjadikan potensi dan sumber kesejahteraan masyarakat, justru malah menjadi potensi bancakan para pemimpin dan pejabatnya.

Program dan rencana pemerintah kemudian hanya menjadi jargon, karena para pelaku kebijakan tidak dengan ikhlas menjalankan amanah, melainkan selalu emnjadikan program dan rencana itu menjadi potensi yang dapat dimaling, karena selalu merasa haus akan harta dan selalu merasa tidak cukup, sehingga kehidupan masyarakatnya emnjadi bulan-bulanan susah dan miskin.

Sungguh ironi sebenarnya, namun kekuatan akal manusia memiliki titik batas yang sangat tertentu, dan dibalik semua rencana dan kekuatan akal dan pikiran manusia ada kekuatan lain yang mengendalikan hidup dan tatanan kehidupan. keyakinan selalu menjadi suggesti dan kearifan terhadap para leluhur pendiri menjadi sebuah tolok ukur sejauh mana kehebatan sebuah bangsa.

0 komentar:

Posting Komentar

 

Recent post

EKONOMI (3) GAYA HIDUP (7) HUKUM (12) POLITIK (1) REALITAS (8) SOSIAL (5) WAJAH (5)
Powered by  MyPagerank.Net

monitor

Yahoo bot last visit powered by MyPagerank.Net
SEO Stats powered by MyPagerank.Net